Pengertian
Hukum Perikatan
Hukum Perikatan adalah hukum yang mengatur
hubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih.Yang menjadi
objeknya ialah prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan. Macam-macam prestasi
adalah:
1. Memberikan sesuatu, yaitu membayar harga, menyerahkan barang, dan
sebagainya.
2. Berbuat sesuatu, yaitu memperbaiki barang rusak, membongkar
bangunan, karena putusan pengadilan, dan sebagainya.
3. Tidak berbuat sesuatu, yaitu tidak mendirikan bangunun, tidak
memakai merek tertentu karena putusan pengadilan.
Dasar
Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah
perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi
menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber
undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut
hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut :
-
Perikatan
yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
-
Perikatan
yang timbul dari undang-undang
-
Perikatan terjadi bukan
perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige
daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir
karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan
adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap
satu orang lain atau lebih.
Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang
lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang.
Asas-asas
Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
• Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP
Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
• Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni
para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam
hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para
pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan
tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan
diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus
mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan,
atau ketertiban umum.
Wansprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori,
yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh dilakukannya
.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat
bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti
Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan
yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan
keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam
Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian
jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
Hapusnya
Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan
adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran
merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaharuan
utang;
d. Perjumpaan
utang atau kompensasi;
e. Percampuran
utang;
f. Pembebasan
utang;
g. Musnahnya
barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya
suatu syarat batal;
j. Lewat
waktu.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar