TUGAS SOFSKILL
KASUS BANK LIPPO
Tbk
NAMA KELOMPOK
1.
Aditya Anggoro Jati (20211211)
2. Afrizal (20211291)
2. Afrizal (20211291)
3.
Afrika Nur Dwiyana (29211497)
4.
Aina Sitianingsih (20211472)
5.
Amanda Astari Kirana (28211467)
6.
Aprilya Rianata (21211029)
7.
Bama Ibadur Rahman (21211394)
8.
Brammono ( 28211133)
PENDAHULUAN
Akuntan
publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari
klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan
keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan publik akan
selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan publik
berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai
beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan
klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen
akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak memenuhi tuntutan
klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan oleh klien.
Kode etik akuntan indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi tentang setiap
anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam melaksanakan
tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan.
Kurangnya kesadaran etika akuntan publik dan maraknya
manipulasi akuntansi korporat membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan
auditan mulai menurun, sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan
kreditur mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.
Krisis moral dalam dunia bisnis yang mengemuka akhir-akhir
ini adalah kasus Kimia Farma dan Bank Lippo, dengan melibatkan kantor-kantor
akuntan publik yang selama ini diyakini memiliki kualitas audit tinggi. Kasus
Kimia Farma dan Bank Lippo juga berawal dari terdeteksinya manipulasi dalam
laporan keuangan.
Pelanggaran-pelanggaran seakan menjadi titik tolak
bagi masyarakat pemakai jasa profesi akuntan publik untuk menuntut mereka
bekerja secara lebih profesional dengan mengedepankan integritas diri dan
profesinya sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan transparan. Hal ini
semakin mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi akuntan dan masyarakat
semakin menyangsikan komitmen akuntan terhadap kode etik profesinya. Hal ini
seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diatasi apabila setiap akuntan
mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara memadai dalam
pekerjaan profesionalnya.
Independensi meliputi kepercayaan terhadap diri
sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian
integritas profesional. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari
pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.
Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh
kepercayaan dari klien dan para pemakai
laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan
disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, dan mungkin
saja bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian
pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan
pemakai lainnya. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap
kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik
itu sendiri.
Independensi merupakan sikap mental, yang berarti
adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan
adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan dalam
menyatakan pendapatnya. Serta Independensi merupakan penampilan yang berarti
adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga
akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik, serta berpengaruh
terhadap loyalitas seorang auditor dalam menjalankan tugas profesinya.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Etika Profesi Akuntansi
Etika Profesi Akuntansi yaitu suatu
ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus sebagai Akuntan. Etika (Yunani
Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu
dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas
yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup
analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu
ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan
ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap
perbuatan manusia.
2.2 Prinsip-prinsip
Etika Profesi Akuntansi
1.
Tanggung
Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan
Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.
Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.
Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
2.3 Basis
Teori Etika
1.
Etika Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya
suatu tindakan yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan.
2.
Deontolog
Deontologi berasal dari bahasa
Yunani yaitu deon yang memiliki arti
kewajiban. Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan
itu harus ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena
perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”.
Pendekatan deontologi sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori
etika yang penting.
3.
Teori Hak
Dalam pemikiran moral saat ini,
teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi
baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak ini merupaka suatu aspek
dari teori deontologi karena berkaitan dengan kewajiban. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia adalah sama. Oleh karena itu, hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4.
Teori Keutamaan ( Virtue )
Dalam teori keutamaan memandang sikap atau akhlak
seseorang. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik
secara moral. Contoh sifat yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu
kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.
2.4
Egoisme
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan
citra pribadi seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya.
Egoisme ini tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak
pada umunya dan hanya memikirkan diri sendiri
Perbedaan
hedonisme dengan egoism :
1. Egoisme
mementingkan diri sendiri ataupun kelompok meskipun orang atau kelompok lain
dirugikan sedangkan hedonisme mementingkan diri sendiri demi kesenangan yang
didapat secara individual.
2. Hedonisme
mengandung sifat egoisme sedangkan egoisme belum tentu mengandung hedonisme.
3. Hedoisme
timbul dari kodrat manusia yang memang menginginkan suatu kesenangan sedangkan
egoism timbul tidak hanya dari psikologis saja tapi bisa dari lingkungan
sekitar.
BAB III
OBJEK PEMBAHASAN
SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah Grup Lippo bermula ketika
Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian
saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim
Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot
menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah
menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh
keluarga Liem Sioe Liong.Ia
bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di BCA, Mochtar mendapatkan share
sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset
BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar
dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di
atas Rp5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning
membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan
Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp257,73 miliar. Hal
ini membuat kagum kalangan perbankan nasional.Ia
pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.
Dua tahun kemudian, pada 1989,
bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu
lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup Lippo.
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
Kasus PT. Bank
Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002 yang
dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu terjadi
perbedaan informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public melalui
iklan di sebuah surat kabar nasional pada tanggal 28 November 2002 dengan
Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dalam laporan
tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan
Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah
diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat
Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
Penyajian laporan
tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan per
30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil Alih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30 September
2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia
(CAR) sebesar 24,77%.
Pada Laporan
Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002, tanggal yang sama yang
disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002, ternyata
disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan manajemen
PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah Laporan
Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor independen yang
berisi opini Akuntan Publik.
Penyajian laporan
juga dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited) dan 30
September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih Bersih
(“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September 2002
sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar
4,23%.
Dapat dilihat,
bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut baik dalam
jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal tersebut,
Pada tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko &
Sandjaja menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
kepada manajemen PT. Bank Lippo.
Dalam laporan
tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini Akuntan
Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut
tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November
2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002.
Penyajian dalam
bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000.
Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan Yang
Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, Rugi
bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan Modal
sebesar Rp. 4,23%.
4.1
Saham
Pada periode yang
sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat besar.
Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan transaksi beli
dalam volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan memang terjadi
manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan tujuan,
manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham mayoritas
bank itu.
Banyak yang
menduga skenario yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar
saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas
saat ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang.
Karena jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi. Ringkas kata,
pemilik lama menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank
itu.
4.2
Bank Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton
Hubungan erat
antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James
Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di
Irving Trust Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke
Little Rock, Arkansas (kota kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976.
Di Arkansas, James
Riady bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal US$ 20
juta. Jack Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini adalah
rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa kenalan
dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya.
Pada tahun 1984, James Riady
ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama Worthen Bank.James Riady pun lalu menunjuk Hillary
Clinton sebagai pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James Riady dengan
pasutri Clinton merapat
Pada tahun 1990an,
Bill Clinton menyatakan kepada James Riady kalau ia berencana maju ke pemilu
presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada ayahnya,
Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady partisipasi
aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh anggota dan
jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu kampanye Bill
Clinton
Bentuk sokongan
James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah pengumpulan dana
kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton – Al Gore yang
ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari pengusaha-pengusaha Asia.
jumlahnya dana yang dikumpulkan James Riady – Ted Sioeng untuk Clinton – Al
Gore mencapai US$ 7,5 juta.
Secara pribadi dan
perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan keleluasaan
berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke AS pada masa
Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut menyetor dana ke
Clinton, maka mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma Indonesia, RRC pun
ikutan memperoleh kemudahan impor produk-produk RRC ke AS semasa Clinton.
Hasil kerja
#LippoGate inilah yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa
Indonesia mulai eksodus ke pasar global.Sejak
tahun 1994, satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar
usahanya ke luar negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat
produksi, tapi hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong
Kong.Dampak migrasi dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah
mengalami pelemahan berturut-turut dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter
Asia.
Ketika skandal
sumbangan Lippo Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai Demokrat
terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan James Riady
/Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran UU dana
kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian sumbangan dana
kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum membayar
denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
4.3
Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo
Dari kronologi kasus yang telah di uraikan di bab sebelumnya atas kasus
laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 september 2002 yang disampaikan ke publik
per 28 november 2002, Bank Lippo telah melakukan pelanggaran pasal 93 Undang-undang
Pasar Modal.
Yang dimana dalam pasal 93 Undang–undang Pasar Modal menyebutkan bahwa
setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga
mempengaruhi harga efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan di buat atau
keterangan diberikan:
a. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material
tidak benar atau menyesatkan; atau
b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup
berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dan pernyataan atau keterangan
tersebut
Unsur-unsur
dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Tindakan tersebut mempengaruhi harga efek di
bursa efek
b. Setiap pihak dilarang dengan cara apapun,
membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar
atau menyesatkan
c. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau
sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material
tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan
kebenaran material pernyataan atau keterangan tersebut.
Di dalam kasus
PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93
Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di
Bursa Efek.
Dari fakta
menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi yang
menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan
ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami
fluktuasi yang tajam disebabkan oleh missleading information tersebut.
Terlihat bahwa
akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan harga. Bahkan,
tidak semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata, tetapi juga
bursa efek secara keseluruhan.
Kedua, setiap
Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus
tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30
September 2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002,
Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun
berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Akan tetapi,
Hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk
per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002 adalah
laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti yang
tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan
atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam laporan
tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan.
Ketiga, pihak
yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau
keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak
cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangan tersebut.
Pencantuman kata
“audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik
namun sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang
disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp.
98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.
Sekilas dengan membaca
laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan dengan bagus.
Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan menguntungkan
perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo secara
besar-besaran.
Hal ini tentunya
merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka keputusan yang
diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah sebagaimana Laporan
Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002 yang
sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja dimana total aktiva per
30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp. 1,273
triliun dan CAR sebesar 4,23%.
4.4
Penjelasan Dari Pihak Bank Lippo
Dari fakta yang
telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali memberikan
penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya perbedaan dalam
Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya.
Pertama, dalam
pengumuman penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank Lippo
Tbk menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
adalah informasi yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank Lippo
yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan NPL 9,03%.
Kedua, dalam
paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003. Manajemen
PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang disajikan dalam
Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah dipublikasikan ke media massa
pada 28 November 2002 dalam rangka memenuhi peraturan BI adalah angka-angka
yang akurat dan benar serta telah disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara itu
dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September 2002
yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam
penjelasan tertulisnya kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan.
Laporan keuangan itulah yang disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002.
Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi
yang dipublikasikan.
Laporan keuangan
yang dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank Lippo sebesar
Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal menurut laporan
yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner (Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27 Desember
2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3 triliun.
Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang diberikan oleh
pihak manajemen dengan pihak auditornya.
Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk tidak cukup
berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke
publik tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam mempublikasikan laporan
keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak
auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja).
Oleh karena ketiga
unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi maka tindakan
pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan atau informasi
laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke publik merupakan
suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading information). Dengan
demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT.
Bank Lippo, Tbk.
4.5 Putusan Atas Kasus Laporan Ganda Bank
Lippo
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah
berupa peringatan keras, selain itu BEJ mewajibkan Bank Lippo menyerahkan
laporan kemajuan (progress report) setiap minggu sekali mulai 24 Februari
sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun 2002.
Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran persnya tanggal 17 Maret 2003
mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada Direksi PT. Bank Lippo Tbk
berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan
terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk memberikan penjelasan kepada
pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang telah dilakukan serta sanksi
administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo Tbk dalam Rapat Umum Pemegang
Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam
pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung jawab pemeriksaan atau audit atas
laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002. Atas kelalaian yang
dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi administratif berupa kewajiban menyetor
uang ke Kas Negara sebesar Rp. 3,5 juta.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa kode etik profesi akuntansi yang telah dilanggar, yaitu :
- Dengan memanipulasi laporan keuangan, secara langsung telah melanggar etika tanggung jawab profesi dan perilaku professional
- Selain itu, melanggar etika kepentingan publik karena telah mengesampingkan kepentingan publik
- Kompetensi dan kehati-hatian profesional telah di langgar, karena tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 september 2002 yang di sampaikan ke public tanggal 28 november 2002
- Pelanggaran integritas telah dilakukan, ini ditunjukkan dari sikap ketidakjujuran dan tidak berterus terang dengan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya
DAFTAR PUSTAKA
IAI, Standar
Profesional Akuntan Publik/SPAP (Kode Etik Akuntan Indonesia dan Aturan Etika
Profesi Akuntan Publik). Jakarta : Salemba Empat, 2001.
Pertanyaan
dan Jawaban :
1. Herliana Lobay
Akun – akun apa saja yang di gelembungkan untuk
menutupi kerugiannya?
Akun – akun yang di gelembungkan untuk menutupi
kerugiannya, yaitu total aktiva, laba tahun berjalan dan CAR (Capital Adequacy
Ratio).
2. Muhammad Handy
Apa yang dilakukan investor jika ada manipulasi?
Sebagai seorang investor, tentu harus cermat dalam
berinvestasi. Jika seorang investor mengetahui bahwa terdapat manipulasi dalam
laporan keuangan tersebut, maka dia harus berpikir dengan cermat karena bisa
saja merugikannya jika mereka berinvestasi.
3. Imam Rasunda
Dampak kasus ini terhadap IHSG?
Akibat adanya manipulasi laporan keuangan,
tingkat kepercayaan investor menurun. Tingkat kepercayaan investor yang menurun
menyebabkan IHSG menurun.