BAB 1
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
PENGERTIAN
HUKUM
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam
bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak,
sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana,
hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih.
TUJUAN HUKUM
Hukum
itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu
harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat
itu.
SUMBER-SUMBER
HUKUM
Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya
peraturan-peraturan. Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa.
Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:
1. Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari
berbagai perspektif.
2. Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat
dan doktrin
KODIFIKASI
HUKUM
Kodifikasi
Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab
undang-undang secara sistematis dan lengkap. Ditinjau dari segi bentuknya,
hukum dapat dibedakan atas:
a)
Hukum Tertulis (statute law, written
law)
b)
Hukum Tak Tertulis (unstatutery law,
unwritten law)
KAIDAH /
NORMA
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh
lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat
melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan
pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi
denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).
PENGERTIAN
HUKUM EKONOMI
Hukum
ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa
ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi
sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi.
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran
hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan
merata, sesuai dengan hak asasi manusia.
SUMBER :
BAB 2
SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
Subjek
Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan
kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat
diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hokum.
Objek
Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun
hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa
benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderan).
Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan
Hutang (Hak Jaminan)
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak
jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan
eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Disebut juga hak mutlak atau
hak absolute.
a. Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan
pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum
apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
1. Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. Benda tersebut dapat dipindah
tangankan haknya kepada pihak lain.
b. Jaminan Khusus
Bahwa setiap jaminan utang yang bersifat kontraktual, yaitu
yang terbit dari perjanjian tertentu, baik yang khusus ditujukan terhadap
barang-barang tertentu seperti gadai, hipotik hak tanggungan.
SUMBER :
BAB
3
Hukum Perdata
Yang Berlaku Di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata
yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di
Indonesia adalah hukum perdata barat belanda yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W.
sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya
mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua
panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing
sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither
dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30
April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945,
KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum
perdata Indonesia.
Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu
Perancis menguasai
Belanda(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada
1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
· BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
· WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat. Dalam tradisi
hukum di daratan
Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni
hukum publik dan
hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem
Anglo-Saxon(common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum
Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena
aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam
perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan
setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih
bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara
lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang
membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau
eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai
hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan
kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di
Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75
RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara
perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu
di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di
negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di
bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka
bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata dibagi menjadi beberapa bagian, dalam beberapa bagian Buku, yaitu:
Isi KUHPerdata
1. Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2. Buku 2 tentang Benda / Zaakenrecht
Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3. Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata.
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian / Verjaring en Bewijs
Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Menurut beberapa ahli hukum sistimatika ini salah, karena masih banyak
kelemahan didalamnya. Kelemahan sistimatika hukum perdata ini adalah ;
1. Pada Buku 2, ternyata mengatur (juga) tentang hukum waris. Menurut penyusun KUHPer, hukum waris dimasukkan KUHPer karena waris merupakan cara memperoleh hak milik. Ini menimbulkan Tindakan Kepemilikan : Segala tindakan atas sesuatu karena adanya hak milik (Menggunakan, Membuang, Menjual, Menyimpan, Sewakan, dll).
2. Pada Buku 4, tentang Pembuktian dan Daluwarsa, KUHPer (juga) mengatur tentang Hukum Formil. Mestinya KUHPer merupakan Hukum Materiil, sedangkan Hk. Formil nya adalah Hukum Acara Perdata.
SUMBER :
http://ikharetno.wordpress.com/2012/04/01/pengertian-dan-keadaan-hukum-di-indonesia/
BAB 4
Pengertian Hukum Perikatan
Hukum Perikatan adalah hukum yang mengatur hubungan
yang bersifat kehartaan antara dua orang atau lebih.Yang menjadi objeknya ialah
prestasi, yaitu hal pemenuhan perikatan.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga
sumber adalah sebagai berikut :
-
Perikatan yang timbul dari persetujuan
( perjanjian )
-
Perikatan yang timbul dari
undang-undang
-
Perikatan terjadi bukan perjanjian,
tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan
perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Asas-asas
Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH
Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
• Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal
1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat
adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
• Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai
hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat
syarat, yaitu :
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan
Diri
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
4. Suatu sebab yang Halal
Wansprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori,
yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Akibat-akibat
Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat
bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yakni
1. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
2. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan
Risiko
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan
adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran
merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaharuan
utang;
d. Perjumpaan
utang atau kompensasi;
e. Percampuran
utang;
f. Pembebasan
utang;
g. Musnahnya
barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
i. Berlakunya
suatu syarat batal;
j. Lewat
waktu.
SUMBER :
BAB 5
Pengertian Standar Kontrak
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara
sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak
ekonomi lemah. Biasa juga disebut sebagai perjanjian baku.
Macam – macam
Perjanjian
Macam – macam perjanjian diantaranya yaitu :
1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Syarat
sahnya perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus
memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halal
Saat lahirnya
Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal
adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir
pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap
obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau
persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak
dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang
menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Pembatalan
perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan
sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam
kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
1.
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.
Terlambat memenuhi prestasi, dan
3.
Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang
dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak
yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar
ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan
terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
-
Pemenuhan perikatan
-
Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
-
Ganti rugi
-
Pembatalan persetujuan timbale balik,
atau
-
Pembatalan dengan ganti rugi
-
Pelaksanaan kontrak
Pelaksanaan
kontrak
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian
dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338
sampai dengan pasal 1341 KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai
tugas untuk melaksanakan kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam
kontrak itu. Salah satu pasal yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya
ialah pasal 1338 ayat 3 yang berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan
dengan etiket baik.” Dari pasal tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan
kontrak harus mengindahkan etiket baik saja, dan asas etiket baik terkesan
hanya terletak pada fase atau berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada
fase-fase lainnya dalam proses pembentukan kontrak.
SUMBER :
BAB 6 DAN BAB 7
Hubungan
Hukum Perdata Dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang
adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum),
sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan
hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex
generalis (hukum khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang
perdagangan,
Kitab undang-undang hukum
dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat
dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus
dari KUHPerdata.
KUHD lahir bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara
Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda.
Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD
1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku
I berjudul perdagangan pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang
timbul karena perhubungan kapal.
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
1. hukum
tertulis yang dikodifikasi yaitu :
a. KUHD
b. KUH Perdata
2. hukum tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu peraturan
perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan
perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah
diatur dalam KUH Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti
jual-beli,sewa-menyewa, pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang
belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam
berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi,
perusahaan negara, hak cipta dll.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat,
hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat
dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum
dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau
dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.
Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis,
yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau
hukum umum.
KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang
daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1
aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada
masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan
penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami
perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami
perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian
kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan
peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun
tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia
dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan
usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih
dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi
perusahaan yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak
lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha
dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a.Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko,
pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b. Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara,
noratis, makelar, komisioner.
Pengusaha dan Kewajibannya
Dalam menjalankan usahanya tentu saja pengusaha memiliki kewajiban,
diantaranya yaitu :
-
Memberikan ijin kepada
buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
-
Dilarang memperkerjakan
buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
-
Tidak boleh mengadakan
diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
-
Bagi perusahaan yang
memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
-
Wajib membayar upah pekerja
pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
-
Wajib memberikan Tunjangan
Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara
terus menerus atau lebih
Wajib
mengikut sertakan dalam program Jamsostek
Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia, diantara lain adalah;
·
Perusahaan Perorangan
·
Firma
·
Persekutuan Komanditer
(Commanditer Vennootschap)
·
Perseroan Terbatas, dapat berbentuk;
-
Perseroan Terbatas /
PT Tertutup
-
Perseroan Terbatas /
PT Terbuka
-
Perseroan Terbatas /
PT Domestik
-
Perseroan Terbatas /
PT Asing
-
Perseroan Terbatas /
PT Perseorangan
-
Perseroan Terbatas /
PT Umum / PT Publik
·
Koperasi
Jenis Koperasi Jika Dilihat Dari Lapangan Usahanya:
-
Koperasi
Simpan-Pinjam ( kredit )
-
Koperasi Konsumsi
-
Koperasi Serba usaha
·
Yayasan
·
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
SUMBER :
BAB 9
Wajib
Daftar Perusahaan
1. Dasar
Hukum Wajib Daftar Perusahaan
Pertama kali diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 Para persero firma diwajibkan
mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu pada
kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat
kedudukan perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan
untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya
dalam register yang diadakan untuk itu pada panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan
itu, dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan
perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan
negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib
daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang tentunya
sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum.
Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan
dalam Daftar Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT
dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang
tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti yang diatur dalam pasal
36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-Undang No. 4
tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan
UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang
kemudian diubah dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang
penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan No.
37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan. Keputusan
ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan
guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan,
pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha
dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara
dan pelaksana WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum
dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT,
Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan
lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang berkompeten.
2.
Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
Dasar Pertimbangan Wajib Daftar
Perusahaan
·
Kemajuan dan peningkatan pembangunan
nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang
menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya
Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang
berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan
perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara
Republik Indonesia,
·
Adanya Daftar Perusahaan itu penting
untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan
menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha
sehingga dapat lebih menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia
usaha,
·
Bahwa sehubungan dengan hal-hal
tersebut di atas perlu adanya Undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Ketentuan
Umum Wajib Daftar Perusahaan
Dalam Pasal 1 UU Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, ketentuan-ketentuan umum
yang wajib dipenuhi dalam wajib daftar perusahaan adalah :
·
Daftar Perusahaan adalah daftar catatan resmi yang
diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan Undang-undang ini dan atau
peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan
oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor
pendaftaran perusahaan. Daftar catatan resmi terdiri formulir-formulir yang
memuat catatan lengkap mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan;
·
Perusahaan
·
Pengusaha
·
Usaha
·
Menteri
3.
Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
Daftar Perusahaan bertujuan mencatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan
merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai
identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum
dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha ( Pasal 2 ).
Tujuan daftar perusahaan :
·
Mencatat secara benar-benar keterangan
suatu perusahaan meliputi identitas, data serta keterangan lain tentang
perusahaan.
·
Menyediakan informasi resmi untuk
semua pihak yangberkepentingan.
·
Menjamin kepastian berusaha bagi dunia
usaha.
·
Menciptakan iklim dunia usaha yang
sehat bagi dunia usaha.
·
Terciptanya transparansi dalam
kegiatan dunia usaha.
Daftar
Perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Yang dimaksud dengan sifat
terbuka adalah bahwa Daftar Perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga
sebagai sumber informasi ( Pasal 3 ).
4.
Kewajiban Pendaftaran
·
Setiap perusahaan wajib didaftarkan
dalam Daftar Perusahaan.
·
Pendaftaran wajib dilakukan oleh
pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada
orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
·
Apabila perusahaan dimiliki oleh
beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila
salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan
daripada kewajiban tersebut.
·
Apabila pemilik dan atau pengurus dari
suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak
bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa
yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan (
Pasal 5 ).
5.
Cara dan Tempat Serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
·
Pendaftaran dilakukan dengan cara
mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat
pendaftaran perusahaan.
·
Penyerahan formulir pendaftaran
dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
·
Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat
didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini,
pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi
tempat kedudukannya. Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Sesuatu perusahaan
dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi
teknis yang berwenang ( Pasal 10 ). Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh
Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP
Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk
kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
6.
Hal-hal yang Wajib Didaftarkan
Hal-hal yang wajib didaftarkan itu
tergantung pada bentuk perusahaan, seperti ; perseroan terbatas, koperasi,
persekutuan atau perseorangan. Perbedaan itu terbawa oleh perbedaan bentuk
perusahaan.
Bapak H.M.N. Purwosutjipto, S.H memberi contoh apa saja yang yang wajib
didaftarkan bagi suatu perusahaan berbentuk perseroan terbatas sebagai berikut
:
A. Umum
1.
nama perseroan
2.
merek perusahaan
3.
tanggal pendirian perusahaan
4.
jangka waktu berdirinya perusahaan
5.
kegiatan pokok dan kegiatan lain dari
kegiatan usaha perseroan
6.
izin-izin usaha yang dimiliki
7.
alamat perusahaan pada waktu didirikan
dan perubahan selanjutnya
8.
alamat setiap kantor cabang, kantor
pembantu, agen serta perwakilan perseroan.
B.
Mengenai Pengurus dan Komisaris
1.
nama lengkap dengan alias-aliasnya
2.
setiap namanya dahulu apabila berlainan
dengan nama sekarang
3.
nomor dan tanggal tanda bukti diri
4.
alamat tempat tinggal yang tetap
5.
alamat dan tempat tinggal yang tetap,
apabila tidak bertempat tinggal Indonesia
6.
Tempat dan tanggal lahir
7.
negara tempat tanggal lahir, bila
dilahirkan di luar wilayah negara RI
8.
kewarganegaran pada saat pendaftaran
9.
setiap kewarganegaraan dahulu apabila
berlainan dengan yang sekarang
10.
tanda tangan
11.
tanggal mulai menduduki jabatan
C.
Kegiatan Usaha Lain-lain Oleh Setiap Pengurus dan Komisaris
1.
modal dasar
2.
banyaknya dan nilai nominal
masing-masing saham
3.
besarnya modal yang ditempatkan
4.
besarnya modal yang disetor
5.
tanggal dimulainya kegiatan usaha
6.
tanggal dan nomor pengesahan badan
hukum
7.
tanggal pengajuan permintaan
pendaftaran
D.
Mengenai Setiap Pemegang Saham
1.
nama lengkap dan alias-aliasnya
2.
setiap namanya dulu bila berlainan
dengan yang sekarang
3.
nomor dan tanggal tanda bukti diri
4.
alamat tempat tinggal yang tetap
5.
alamat dan negara tempat tinggal yang
tetap bila tidak bertempat tinggal di Indonesia
6.
tempat dan tanggal lahir
7.
negara tempat lahir, jika dilahirkan
di luar wilayah negara R.I
8.
Kewarganegaraan
9.
jumlah saham yang dimiliki
10.
jumlah uang yang disetorkan atas tiap
saham.
E. Akta Pendirian Perseroan
Pada waktu mendaftarkan, pengurus
wajib menyerahkan salinan resmi akta pendirian perseroan.
Sumber: